Smart City Jakarta Butuh Infrastruktur Data Center yang Solid


Jakarta memiliki ide cemerlang dalam konsep smart city, dimana tujuannya adalah untuk memberikan administrasi dan manajemen kota yang lebih mudah, cepat, efisien dan tepat guna. Namun, rencana smart city tersebut harus di dukung infrastruktur data center yang solid. Sebab, data center akan menjadi tulang punggung operasional layanan smart city.

Infrastruktur Data Center untuk Smart City Jakarta

Infrastruktur Data Center Yang Solid


Ketersediaan layanan (uptime) data center merupakan patokan dalam menilai kekuatan sebuah data center. Penyedia fasilitas data center biasanya akan memiliki sertifikasi yang di akui oleh internasional. Pelayanan publik pada lingkungan smart city Jakarta akan lancar jika data center yang digunakan selalu dalam keadaan beroperasi. Jika tidak, maka masalah akan timbul, mulai dari penurunan tingkat kepercayaan, hingga sinkronisasi data.

Dalam dunia teknologi informasi, data center terbagi dua yakni data center on-premise (fisik) dan cloud data center. Data center fisik akan memerlukan investasi perangkat keras, namun kedepannya akan lebih murah ketimbang cloud data center. Para peneliti menyatakan bahwa, biaya cloud setahun bisa sama dengan biaya on-premise 3 tahun untuk kala besar.

Jakarta Smart City tentunya merupakan operasi skala besar pada sebuah sistem IT yang kompleks. Dimana ketersediaan layanan harus tetap terjaga, hal ini dapat mendorong kita untuk melirik konsep Hybrid Data Center yang menggabungkan Private Cloud dan On-Premise Data Center.

Keberlanjutan operasional IT perlu didukung oleh sistem Disaster Recovery (DR). Dalam hal Hybrid, anda dapat mengkombinasikan DR pada lingkungan cloud dan operasional pada lingkungan on-premise data center, atau sebaliknya. Kemudian hal ini akan menimbulkan kebutuhan untuk meng-orkestrasi data center tersebut.

Dengan menempatkan fail-over agent pada mesin virtual, maka otomatisasi dapat dilakukan. Semisal, data center utama mengalami shutdown, maka operasional di alihkan ke situs cadangan (DRC) untuk sementara waktu.

Penggunaan DRC merupakan kewajiban yang sudah di tetapkan oleh Kominfo melalui PP 82 Tahun 2012. Sayangnya, sosialisasi terhadap peraturan tersebut masih sangat minim, disamping belum ada tindakan tegas bagi yang melanggar.

Biaya DRC v.s Biaya Downtime


Biaya DRC berkisar dari ratusan juta per tahun hingga puluhan milyar per tahun. Namun, jika dibandingkan dengan biaya downtime maka nilai tersebut tidak seberapa. Sebuah downtime dapat mengakibatkan sebuah perusahaan menderita kerugian puluhan milyar hanya dalam 1 jam. Tentunya, jika resiko downtime dibanding biaya DRC maka para pimpinan yang cerdas akan memilih untuk memakai sistem DRC.

Dalam konsep smart city Jakarta, sebuah DRC dapat di alokasikan pada beberapa penyedia data center di Indonesia. Ini dikarenakan masing-masing modul smart city jakarta akan berbeda vendor. Orkestrasi melalui peralatan DevOps dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut.

Para vendor dan pengembang modul di Jakarta Smart City dapat menggunakan solusi DRaaS untuk tahun pertama. Ketika pengguna aplikasi sudah semakin banyak, maka dapat dialihkan menggunakan on-premise DRC atau colocation DR pada sebuah data center TIER III. Oleh karena itu, para pengembang harus memasukan biaya DR pada proposal anggaran proyek Smart City.

Jika PP 82 Tahun 2012 sudah mulai di tegakkan dengan adanya sanksi, maka para pengembang Jakarta Smart City akan aman dari tuntutan tersebut. Sebuah DRC dapat mendukung kekuatan infrastruktur IT anda. Jangan tunggu sampai downtime terjadi ...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Perusahaan Data Center di Indonesia

Contoh Perusahaan Yang Sukses Melakukan Transformasi Digital

Mini Data Center untuk Perusahaan Indonesia